Bapak Kosong: Menghidupkan Kembali Peran Ayah Yang Terganti


Baru-baru ini, lebih spesifik tanggal 13 Juli 2024, ramai diperbincangkan suatu klaim dari selebriti populer bernama Onadio Leonardo alias Onad melalui satu episod podcast. Di sana, Onad bertanya kepada YouTubers kondang Deddy Corbuzier apabila dia membawa serta buah hatinya ke tempat belajar, adakah ekspresi bengong muncul di wajahnya? Sepertimya itu sebagai sesuatu yang jarang berlaku bagi lelaki dewasa untuk melakukan penghantaran anak-anak mereka.

Namun, tak lama setelah pertanyaannya tersebut disampaikan, Onad menyuarakan pandangan bahawa menjemput hingga menghantar balita merupakan tanggungjawab seorang ibu. Pendapat ini pun ditolak oleh Om Deddy menggunakan ungkapan ringkas: “Menjemput dan menghantar anak hanya menjadi tugas si ibu saat sang anak mempunyai hasrat khusus untuk mencintainya.”

Peranan Orang Tua Dalam Membimbing Anak

Pernyataan Onad dalam podcast tersebut menunjukkan bagaimana persepsi beberapa kalangan tentang peranan bapak saat ini di Indonesia. Peran atau tanggung jawab seorang bapak sering diremehkan hingga hanya fokus pada satu hal yakni mencari penghasilan. Sementara aktivitas lain seperti bermain dengan anak, menjemput anak sekolah, bahkan melihat rapor anak dianggap sebagai pemborosan waktu dan lebih ideal apabila dilakukan oleh ibu semata-mata. Namun, pendidikan bagi anak menjadi kewajiban bersama antara sang ayah maupun ibu. Hadirnya kedua orangtua tentunya membuat anak merasa dicintai. Di samping itu, manfaat dari partisipasi kedua orangtua dalam proses mendidik anak juga sangat luas mencakup pertumbuhan fisik, emosi, social, bahkan otak anak-anak.

Berikut beberapa manfaat dari peran orangtua dalam mendidik anak: Hadirnya ibu memberikan sumber penting bagi cinta dan ikatan emosional yang menghasilkan rasa nyaman untuk si anak. Sementara itu, hadirnya bapak berfungsi sebagai teladan bagi perkembangan mandiri, percaya diri, disiplin serta dukungan emosi pada anak tersebut.

Fatherless

Menurut laporan dari Nu.or.id serta UNICEF pada tahun 2021, diketahui bahwa sebanyak 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa adanya kedua orang tua mereka, lebih spesifik lagi kurang memiliki hadirnya sang ayah. Sedangkan berdasarkan data Survey Sosioekonomi Nasional (Susenas) untuk tahun 2021, populasi anak usia dini di negara kita ini adalah sebesar 30,83 juta jiwa. Ini artinya dalam kelompok itu, persentase anak usia dini yang hidup tanpa didampingi oleh baik ibunya maupun bapaknya sendiri adalah sekitar 2,67%, yakni mendekati angka 826.875 individu. Selain itu juga disebutkan bahwa sejumlah 7,04% atau setidaknya 2.170.702 anak usia dini hanya dapat menghabiskan waktu bersama ibu biologis saja. Oleh karena itu, total gabungan antara dua situasi tersebut yaitu hilangnya peranan sosok ayah ataupun tidak tinggal bersama dengan sang ayah, maka bisa dipastikan ada sebanyak 2.999.577 orang anak usia dini yang terpengaruh dalam kondisi seperti demikian di seluruh wilayah Indonesia.

Kekhawatiran orangtua, baik itu bapak maupun ibu, terkait dengan pendidikan anak dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti kematian, perceraian, pengabaian, peperangan atau konflik, kesulitan finansial, gangguan kejiwaan, serta perselingkuhan dan lain-lain. Diantara alasan-alasan tersebut, ketidakpedulian para ayah menjadi tantangan utama bagi banyak keluarga dewasa ini. Hal ini sering kali tak disadarinya sendiri sebagai suatu dampak signifikan pada masa depan sang anak. Sebuah realita sulit diterima bahwa ada ayah-ayah yang secara tidak sengaja mengasingkan diri dari tanggung jawab mendidik anak-anak mereka.

Bagaimana dampak bila fungsi sang ayah tak tersedia? Berdasarkan pendapat Lamb dan Pleck (2010), mereka menulis secara independen tentang sejumlah konsekuensi bagi anak-anak yang minim atau sama sekali tidak mendapatkan pengaruh dari sosok ayah selama pertumbuhan dan perkembangan mereka, antara lain:

Masalah Kesehatan Mental. Anak-anak yang tidak memiliki figur bapak cenderung mengalami hambatan dalam pertumbuhan emosi dan mental seperti stres, sulit menyesuaikan diri dengan suasana hati, serta khawatir. Ini karena kedudukan seorang ayah penting untuk menjaga stabilitas emosional si anak.

Kesulitan Dalam Kemampuan Sosial Dan Komunikasi Antar Manusia. Sebagai salah satu tugas utama, seorang ayah bertindak sebagai guru bagi anak-anak dalam belajar cara bersosialisasi dan berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang di sekitar mereka.

Permasalahan Tingkah Laku. Kurang adanya pengaruh positif dari sang ayah bisa menyebabkan perilaku negatif pada anak seperti sikap kasar dan enggan patuhi aturan. Ayah biasanya menjadi pemandu dan penegak disiplin dalam mendidik anak.

Rendah Dirgantara dan Rendah Kepercayaan Diri. Bimbingan dari ayah atas segala prestasi yang dicapai oleh putra-putrinya akan membuat anak merasa didorong dan yakin akan kemampuannya sendiri.

Pertumbuhan Identitas Jenis Kelamin. Hadirnya figurnya ayah sangat diperlukan agar anak dapat lebih mudah memahami dan berkembang sesuai jenis kelaminnnya. Ketika peranan ayah minim, hal tersebut dapat memberikan dampak buruk kepada persepsi anak tentang definisi gender dan standar sosial terkait seksualitas.

Sumber :

Amato, P, R., & Sobolewski, J. M. (2001). The Effects of divorce and marital discord on adult children’s psycological well-being. Journal of Family Issues, 22(8), 987-1010.

Lamb, M. E. (Editor). (2010). Peran Ayah dalam Pembangunan Anak (edisi kelima). Wiley.

McLanahan, S., & Percheski, C. (2008). Struktur Keluarga dan Pemeliharaan Ketidaksetaraan. Child Development Perspectives 2(3), 250-254

Pleck, J.H. (2010). Peran Ayah dan Maskulinitas. Dalam Buku Panduan Partisipasi Ayah: Perspektif Multidisiplin (halaman 245-262). Routledge.

https://nu.or.id/syariah/fenomena-Fatherless-dan-pentingnya-peran-ayah-dalam-pertumbuhan-anak-MO1e5