10 Kebiasaan Anak yang Terbentuk di Keluarga Tidak Harmonis & Solusinya

Tidak disadari pula, kondisi keluarga yang kurang serasi bisa jadi diam-diam menghancurkan pertumbuhan serta penanaman karakter sang buah hati. Mengetahui gejala-gejalanya menjadi hal utama dalam membangun suasana rumah tangga yang lebih baik lagi.

Bukan hanya soal komunikasi saja, ketidakserasian dalam keluarga pun bisa mengakibatkan gangguan kesehatan jiwa bagi para anggota keluarganya. Ini pada akhirnya berpotensi merusak kapabilitas mereka untuk menciptakan interaksi sosial yang positif dengan orang-orang di luar rumah.

Brett A. Biller, PsyD, seorang spesialis dalam psikologi perkembangan anak dan keluarga, menjelaskan bahwa keluarga disfungsional bisa diartikan sebagai keluarga yang terhambat oleh berbagai kendala sehingga gagal melaksanakan perannya dengan baik.

“Kelompok keluarga merupakan satuan interaksi tempat tiap individu berdampak pada anggota keluarga yang lain dan terhadap struktur keluarga sebagai satu kesatuan,” jelas Biller, sebagaimana dilansir dari
Parents.

Indikasi-indikator yang menunjukkan seorang anak tumbuh di lingkungan keluarga kurang harmonis

Berikut ini adalah ciri-ciri anak yang besar di lingkungan rumah tanpa keharmonisan:
1. Mereka sering kali merasakan stres dan ketakutan.
2. Anak-anak mungkin akan memiliki masalah perilaku atau emosional.
3. Sering mengalami kesulitan untuk membangun hubungan sehat dengan orang lain.
Penjelasannya lebih lanjut dapat dilihat sebagai berikut:

1. Anak-anak menjalankan peran sebagai orang tua

Anak-anak yang dipaksa untuk memainkan peran orangtua mereka, misalnya sebagai asisten pribadi atau dukungan emosi, umumnya menampilkan indikasi tidak seimbang di lingkaran keluarganya. Kondisi semacam itu biasa muncul pada rumah tangga yang sedang berurusan dengan isu seperti ketergantungan substansi atau ketidaktegasan emosional dari para orangtuanya.

Tipe Pengasuhan yang Memicu Masalah Kepribadian Narcissistic pada Anak Tanpa disadarai

2. Sering merasa tertekan

Di dalam sebuah keluarga di mana konflik berkelanjutan melibatkan argumen dan perselisihan, baik itu lewat ucapan atau tindakan fisik, umumnya anak-anak cenderung merasakan kecemasan serta tekanan. Tension seperti ini menghasilkan lingkungan yang tak stabil dengan tingkat keragu-raguan dan ketidakyakinan yang kuat di antara para anggotanya.

3. Tidak diizinkan untuk membuat keputusan sendiri

Terkadang tanpa disadarinya, orangtua tak mengekspektasi anaknya, akhirnya terlampau sibuk campur tangan dalam pilihan hidup si anak. Hal ini lambat laun malah mencegah pertumbuhan kemandirian sang buah hati.

Secara keseluruhan, situasi tersebut dapat menghasilkan perasaan kecemasan atau bahkan rasa bersalah pada si anak saat mereka mulai belajar kemandirian.

4. Perselisihan Antara Anak dan Orang Tua

Sebaliknya, mungkin saja para orang tua merasa dipaksa untuk mundur atau berunding dengan anak-anak mereka yang selalu meminta lebih dan bersikap hancur, hanya agar dapat mengelakan perseteruan.

5. Kemampuan berkomunikasi yang kurang baik

Komunikasi adalah aspek yang amat vital bahkan di kalangan keluarga. Tetapi bila jarang terjadi percakapan yang menyenangkan atau hangat, justru lebih banyak komentar negatif serta tuduhan berbalasan satu sama lain, kondisi tersebut bisa semakin merusak hubungan.

6. Anak selalu disalahkan

Seringkali anak menjadi kambing hitam untuk masalah dalam keluarga, hal ini bisa secara bertahap mengurangi rasa harga diri mereka. Ketika situasi tersebut terus-menerus berlangsung, anak mungkin mulai merasakan ketidakberhargaan dan hal itu dapat menyebabkan gangguan emosi di masa depan.

7. Pengabaian anak

Pada keluarga yang kurang seimbang, anak-anak kerapkali jadi sasaran dari pengasingan baik itu di tingkat emosi atau fisik. Para orangtua yang sedang bermasalah dengan hal-hal pribadinya cenderung menyalurkan permasalahan tersebut kepada buah hati mereka, sehingga menyebabkan ketidaktelitian dalam pemenuhan keperluan fundamental si anak.

8. Kekerasan dalam keluarga

Tindak kekerasan fisik maupun lisan yang dialami oleh anak-anak dapat timbul akibat upaya penguasaan di lingkungan rumah. Apabila seorang anak mengalami perlakukan tersebut secara berkala atau sekali pun, hal ini bisa membuatnya merasa lemah dan bingung tentang respons yang tepat.

9. Sulit mengungkapkan perasaan

Pada keluarga dengan ikatan yang kurang seimbang, interaksi biasanya minimal dan jarang menyinggung emosi dalam tingkat yang lebih intens. Anggota keluarga cenderung kesulitan untuk berbagi perasaannya sendiri, menyebabkan adanya ruang kosong emosional di antara mereka.

10. Tidak terdapat susunan yang definitif pada ikatan keluarga

Kelompok keluarga yang kurang sejalan umumnya tak mempunyai pembatasan atau ketentuan tertulis dengan jelas, sehingga buah hati merasa kewalahan mencari tahu ekspektasi orang tua terhadap mereka. Kondisi tersebut bisa menyebabkan penambahan stres serta perselisihan di antara anggota keluarga.

Anak-anak bisa saja terpaksa menangani tanggung jawab yang tak disukainya, hal itu dapat menciptakan perselisihan di lingkungan keluarga. Ini pun bisa memicu rasa cemas, merendahkan harga diri, serta kondisi depresif pada anak tersebut.

Lalu bagaimana cara mengatasinya?


Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Kiwis

Saat hubungan dalam keluaga mulai terasa kurang seimbang, pembaruan positif harus dimulai melalui proses refleksi diri masing-masing. Seperti dikatakan oleh Erin O’Callaghan, PhD, Direktur Senior Program Terapi di Brightside Health, tindakan awal yang signifikan ialah seluruh anggota keluarga perlu menyadari dan merujuk bagaimana kontribusi individunya berperan dalam situasi saat ini.

“Kemudian baru keluarga bisa berkolaborasi dalam mengenhalkan komunikasi dan mendirikan batas-batas yang sehat,” jelas O’Callaghan.

Berikut sejumlah metode yang dapat diimplementasikan guna menangani ketidakharmonisan dalam keluarga sesuai dengan beragam referensi:

1. Mengenali kebutuhan akan kesejahteraan psikologis

Menekankan pentingnya kesejahteraan psikologis adalah kunci dalam membentuk rumah tangga yang seimbang. Oleh karena itu, jangan sungkan untuk menemui ahli terapi atau konselor apabila ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan dan memerlukan dukungan.

Terapi konseling bisa menyediakan arahan dalam mengembangkan strategi coping yang positif.

2. Ajarilah anak bagaimana caranya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan dirinya sendiri.

Bukan cuma para orangtua saja yang harus menyempatkan waktu untuk diri sendiri, tapi juga si kecil-sih. Ajarin anak buat mengurus kesehatannya lewat hal-hal kayak olahraga, nulis diary, ataupun cukup istirahat santai doang.

Ini bisa membuat mereka merasa lebih tenang secara emosi dan terampil dalam menyelesaikan masalah keluarga yang penuh konflik.

3. Menunjukkan beberapa teknik penanganan stres yang positif dan sehat

Anak-anak mendapatkan pembelajaran dari orang tua serta individu dewasa di lingkungan mereka. Karena itu, sangat penting untuk memperlihatkan metode-metode yang sehat guna mengatasi tingkah laku buruk dalam sebuah keluarga yang kurang serasi.

Berikan ilustrasi tentang cara mempertahankan keseimbangan emosi agar sang buah hati dapat mengetahui bagaimana caranya tetap merasa terlindungi ketika berurusan dengan kondisi yang menantang.

4. Beri pelajaran tentang pengendalian emosi

Anak-anak perlu diajak belajar bagaimana mengendalikan emosinya apabila mereka merasakan kecemasan atau kemarahan, khususnya pada waktu bersosialisasi dengan anggota keluarga yang lebih senior.

Sebagai contoh melalui metode pernafasan dalam, tulis journal, atau gunakan pengalihan. Metode-metode tersebut dapat membantu anak-anak untuk memahami dan meredam emosi mereka, khususnya saat di hadapkan pada situasi dimana keluarganya sering kali bertengkar.

5. Doronglah minat anak tersebut.

Mendukung minat serta rasa percaya diri pada anak-anak amatlah krusial sehingga mereka dapat merasa cukup terlindungi untuk membatasi hal-hal tertentu. Pastikan bahwa si buah hati Anda memiliki kemampuan untuk meninggalkan kondisi bahaya di lingkungan rumah yang kurang sehat secara emosional.

6. Dirikanlah komunikasi yang kokoh serta baik

Dikutip dari laman
Raising Children
Komunikasi yang transparan dan jujur merupakan dasar dari sebuah keluarga yang harmonis. Ajarilah anak-anak untuk menyampaikan emosi mereka, entah saat merasa gembira atau tengah mengalami kesulitan.

Saat anak-anak menyaksikan para orangtua mengatasi permasalahan dengan ketenangan serta penghargaan, mereka pun akan mempelajari ketrampilan tersebut.

7. Berlatih menetapkan batasan

Jangan lupakan pula pendidikan kepada anak-anak tentang bagaimana mengatasi perselisihan serta membatasi diri, hal ini sungguh esensial guna mendukung perasaan aman bagi mereka ketika berada di kondisi kurang menyenangkan.

Latihan tersebut bisa dijalankan melalui aktivitas bermain peran.
(rolepay)
terutama saat menangani pembicaraan yang kompleks atau perselisihan.

Berikut ini adalah penjelasan mengenai ciri-ciri anak yang diasuh dalam keluarga kurang seimbang serta bagaimana menanganinya. Perubahan menuju kondisi yang lebih baik memerlukan waktu, namun tiap gerakan kecil yang dilakukan mampu merombak suasana rumah tangga menjadi jauh lebih menyehatkan secara emosional.

Pilihan Redaksi

  • 7 Tips untuk Membentuk Jiwa Siswa yang Gigih dan Tak Kenal Kata Menyerah, Apakah Anda Sudah Melakukan Hal-Hal Berikut?

  • 5 Karakteristik Ortu yang Mungkin Menghasilkan Hubungan Buruk dengan Anak Remaja mereka

  • Hindari Mengekspresikan “Berhati-hati” Saat Memberi Peringatan pada Anak, Inilah Saran Alternatif dari Ahli Psikologi Yang Lebih Baik

Bagi Bunda yang mau
sharing
soal
parenting
dan bisa dapat banyak
giveaway
, yuk
join
Komunitas Squad. Untuk mendaftar, klik disini.

SINI
.

Gratis!