Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan beberapa alasan yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG berakhir jatuh sebesar 6,21% di awal sesi Selasa (18/3). Pada periode trading hari itu pula, IHSG sempat merosot sampai ke titik terendahnya yaitu 6.017, dengan penurunan mencapai 7,01%.
Berdasarkan informasi dari Bursa Efek Indonesia (BEI), terjadi penangguhan sementara dalam perdagangan saham atau dikenal juga dengan istilah trading halt mulai pukul 11:19 WIB. Tindakan ini bertujuan sebagai upaya perlindungan guna mempertahankan kestabilan pasar saat menghadapi tekanan penjualan besar-besaran dan akan berlangsung selama kurun waktu 30 menit.
Pada sesi perdagangan awal hari ini, total nilai transaksi saham mencapaiRp 10,21 triliun dengan volume sekitar 15,87 miliar saham dan frekuensinya adalah 887,3 ribu kali. Di sisi lain, kapitalisasi pasarnya berkurang menjadi Rp 10.492 triliun.
Mengenai penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyebut bahwa sejak awal tahun hingga kemarin, IHSG telah mengalami tekanan yang cukup besar. Berdasarkan data terakhir, IHSG telah merosot sebanyak 8,59% dari awal tahun hingga hari kerja sebelumnya (year to date/ytd).
- Ketua DPR dari Sufmi Dasco sampai Misbakhun Mengunjungi Bursa Efek Indonesia Ketika Indeks Harga Saham Gabungan Turun Sebesar 6%
- IHSG Turun 6,12%, Sementara Pasar Saham Dunia Menguat, Apa yang Terjadi di Bursa Indonesia?
- Indeks Saham Menurun Drastis, Kepercayaan Investor Terhadap Indonesia Diuji?
Hari ini, pada tanggal Selasa (18/3), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang signifikan melebihi 5%, sehingga menimbulkan dampak tersebut.
trading halt
selama 30 menit. “Alasan mengapa IHSG merosot bisa datang dari dalam negeri atau luar negeri,” jelas Jeffrey saat diwawancara oleh seorang jurnalis, pada hari Selasa (18/3).
Secara luar, Jeffrey mengatakan bahwa IHSG terdampak negatif karena ketidaktentuan global yang disebabkan oleh beberapa elemen ekonomi. Antara lain ada perang perdagangan, tensi geopolitis, dan juga kebijakan suku bunga yang umumnya tetap tinggi untuk periode waktu yang cukup lama.
(higher for longer).
Dalam negeri, Jeffrey mengatakan bahwa pasar memperhatikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbaru dari pemerintah. Di samping itu, berbagai macam indikator ekonomi turut dipertimbangkan, termasuk depresiasi nilai tukar rupiah, trend deflasi, serta pengurangan pendapatan pajak. Para investor pun antusias untuk melihat kemajuan pelaksanaan serangkaian kebijakan penting oleh pemerintah tersebut.
Namun begitu, BEI melaporkan bahwa rasio harga terhadap laba (P/E ratio) dari saham-saham di bursa kini ada pada angka 10, menjadikannya yang paling rendah ketimbang negara-negara ASEAN lainnya.
Meskipun demikian, kami mencatat bahwa saat ini, rasio harga-earnings dari saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia telah menurun menjadi sekitar 10, yang merupakan nilai terrendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya,” jelas Jeffry. Dia juga menganjurkan kepada para investor untuk berhati-hati dalam menilai situasi dasarnya serta senantiasa bersikap objektif ketika membuat pilihan.
