JAKARTA,
– Atmosfer di Cikini Gold Center, Jakarta Pusat, terlihat berubah menjelang Hari Raya Idul Fitri kali ini.
Apabila umumnya lantai gerai-gerai emas dipadati oleh jejak konsumen mencari pernak-pernik, saat ini sudah berubah menjadi sepi.
Kesannya hening, seolah-olah emas itu hilang kilauannya di hadapan para pembeli.
Andi (44), seorang pedagang emas dengan lebih dari satu dekade pengalaman dalam bisnis ini, duduk terdiam di sisi etalase kaca yang penuh dengan perhiasan bersinar.
Tetapi, kemilau tersebut kini sudah tidak dapat menarik minat calon pembeli lagi.
Pernah, toko itu kosong tak berpengunjung selama seharian penuh.
Andi mengatakan bahwa penjualan emas yang tidak terjadi selama satu hari adalah hal biasa.
Penurunannya bukan hanya sebuah nomor di buku catatan.
Andi mengalami pengaruh tersebut secara langsung dengan penurunan omset yang umumnya dapat menyentuh angka puluhan juta rupiah per hari, namun kini terjun bebas sampai 50 persennya.
“Umumnya pemasukan dapat mencapai puluhan juta rupiah per hari mendekati Lebaran, namun kini turun 50 persennya,” ungkap Andi.
Kenaiakan pada harga emas merupakan salah satu alasan mengapa pembeli sedang enggan untuk membeli.
Harga emas yang saat ini mencapaiRp 1,7 juta per gram menjadikan rintangan besar bagi publik untuk melewatinya.
Andi mengatakan bahwa sebelum bulan Maret awal, harga tersebut hanya mencapai Rp 1 juta per gram.
Untuk beberapa orang, mungkin saja emas tidak lagi menjadi fokus utama, tetapi lebih kepada kekayaan yang dapat diundurkan.
Oki (50), saudara seprofesi dalam berdagang emas di lokasi yang sama, menghembuskan nafas dengan berat sambil menceritakan keadaan mirip tersebut.
“Jika dibandingkan dengan tahun lalu, toko emas sekarang jauh lebih sepi pengunjungnya. Benar-benar tidak ada yang beli, sangat sepi sampai-sampai dalam satu hari sempat tidak ada pembeli pun,” kata Oki.
Oki tidak hanya mengkritik peningkatan harga emas, namun juga situasi ekonomi yang semakin memberatkan rakyat.
“Bila upah karyawan meningkat, mereka kemungkinan besar akan membeli emas. Tetapi, karena situasi ekonomi saat ini sedang lesu, emas yang bukan merupakan keperluan utama sudah jarang diminati,” kata Oki.
Pada tahun kemarin, dia masih dapat menghasilkan pendapatan mencapaiRp 80juta setiap harinya mendekati hari Lebaran.
Sekarang, angka tersebut seolah menjadi kenangan dari masa lalu yang jauh.
“Kini berkurang sekitar 70-80 persen dibandingkan dengan tahun lalu,” kata Oki.
Harga emas berkarat 70 persen juga mengalami kenaikan. Pada tahun sebelumnya, harganya masih berkisar antara Rp 600.000 sampai Rp 700.000 per gram.
Saat ini, nilai tersebut sudah mencapai antara Rp 1,3 hingga Rp 1,5 juta.
Meskipun harga emas perhiasan meningkat sampai Rp 1,3 juta, emas Antam malah telah menembus angkaRp 1,8 juta untuk setiap gramnya.
Di belakang etalase yang bersinar terang, batu-batu permata tertata dengan rapi, menyimpan impian para penjual yang kini semakin memudar.
Idul Fitri tahun ini dirasakan dengan cara yang berbeda oleh mereka. Tidak ada lagi tawa dan percakapan pelanggan yang sibuk menimbang-nimba pilihan perhiasannya.
Hanyalah saat-saat yang terasa lamban dan doa-doa yang dikantungi, mudah-mudahan cahaya emas akan menyinari lagi pada kesempatan selanjutnya.
(Reporter: Rachel Farahdiba Regar | Editor: Abdul Haris Maulana)
