,
Jakarta
– Wakil Ketua Bidang aspirasi masyarakat di DPR RI Adian Napitupulu memberikan tanggapan terhadaprencana yang dibuat oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman (
PKP
) mengharapkan Badan Pemeriksa Keuangan (
BPK
Adian menyebut Menteri PKP Maruarar Sirait tak perlu melakukan audit mendalam pada developer perumahan bersubsidi yang bermasalah.
“Nggak perlu,
lah
. Masak
UMKM
(Micro, Kecil, dan Menengah) hanya akan ditinjau,” kata Adian saat ditemui setelah menghadiri RDP dengan asosiasi pengembang perumahan di gedung DPR, Rabu, 19 Maret 2025.
Kembali lagi, politikus dari PDIP tersebut menyampaikan bahwa auditor tidak dapat melakukan pengecekan secara langsung sebab pihak developer perumahan bukanlah yang bertanggung jawab atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karenanya, anggota Komisi V DPR ini menekankan pentingnya Kementerian PKP untuk mempertimbangkan landasan hukum dalam proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan para developer perumahan.
Begini kan sektor swasta,” kata Adian. “Jika terdapat permintaan untuk_audit, maka auditor publik yang akan melakukannya.
Seketika sebelumnya, Menteri Perumahan yang disebut sebagai Maruarar Sirait atau biasa dikenal Ara telah menyampaikan suatu permohonan ke Badan Pemeriksa Keuangan guna melakukan audit terhadap para developer properti bersubsidi usai departemen mereka mendapati adanya hunian bersubsidi dalam kondisi rusak, bermasalah akibat banjir, ataupun kurang pantas digunakan. Selama sebuah acara diskusi dengan organisasi developer property di markas mereka hari Jumat tanggal 21 Februari tahun 2025 tersebut, Ara pun turut serta berharap agar pihak pengembang perumahan dapat menerima dan sepakat atas proses audit ini.
Bukan negeri yang ingin menjadi pahlawan, tetapi demi melindungi warga sehingga para developer bertanggung jawab,” ujar Ara pada pertemuan itu. “Jika tak setuju di audit, berarti enggan terhadap tindakan negara.
Pada akhir pertemuan tersebut, para pembuat rumah yang berpartisipasi di beberapa organisasi setuju untuk melakukan_audit_. Bambang Setiadi, salah satu anggota Asosiasi Pembuat Rumah dan Pemukiman Se-Indonesia (Apersi), juga menyetujui hal ini dan secara langsung bertanya pada Ara tentang waktu pelaksanaannya. Dengan sebagai kepala bidang Izin Usaha dan Tanah di Apersi, dia merasa sangat percaya diri karena meyakini bahwa proyek pemukimannya bebas dari masalah.
Namun demikian, dari sudut pandang lain, Bambang meragukan alasan hukum apa yang dimiliki Ara ketika menuntut agar BPK melakukan audit terhadap perusahaan pengembang tersebut. Sebab, perusahaan pengembang hanya merupakan mitra yang dipilih oleh pemerintah untuk membantu penyediaan hunian bersubsidi saja. Mereka sebenarnya bukan bagian dari entitas yang menggunakan dana anggaran dalam skema bantuan bagi masyarakat dengan pendapatan rendah (MBR).
“Kalaupun terjadi audit, kami mengusulkan bukan hanya kepada pengembang tapi kepada PUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) setempat, kabupaten,” kata Bambang saat ditemui usai rapat.
Dia menyebutkan bahwa para developer properti tidak dapat langsung berperan sebagai penyedia rumah bersubsidi. Terdapat rangkaian tahapan dan seleksi sebelum developer dapat bergabung dalam program FLPP. Selain itu, mereka juga harus mengurus izin terlebih dahulu kepada pemerintah lokal setempat sebelum mulai membangun rumah. Jika nanti ditemukan bahwa rumah yang diproduksinya tidak sesuai standar hunian, maka tanda tangan persetujuan kredit oleh pembelipun akan sulit dicapai.
“Bila terdapat hal yang perlu dievaluasi, maka itu adalah internal mereka sendiri, pemerintahan, serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya, juga dana Anggaran dan Kementerian. Semua ini tentunya akan dicek,” ungkap Bambang.
Berkenaan dengan aspek hukum, Benni Kurnia Illahi selaku dosen Ilmu Hukum Administrasi dan Keuangan Negara di Universitas Bengkulu menyebut bahwa otoritas Badan Pemerika Keuangan (BPK) mencakup pengecekan manajemen serta pertangungan keuangan negara yang diproses oleh pemerintahan sentral, pemerintahan lokal (provinsi/kota), dan organisasi publik lainnya, termasuk badan usaha milik nasional (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD). Fokus utama BPK meliputi audit finansial, audit kinerja, serta audit bertujuan spesifik atau penyelidikan.
Dalam hal pembangunan perumahan bersubsidi, dana program ini berasal dari APBN yang diurus oleh pemerintah pusat serta daerah otoritasnya. Dana tersebut selanjutnya dipindahkan ke proyek-proyek perumahan berbiaya terbatas yang dikendalikan para developer. Oleh karena itu, entitas yang seharusnya diselidiki Badan Pemeriksa Keuangan adalah pemerintah nasional dan kabupaten/kota setempat.
“Peran pengembang sebagai sumber informasi, seberapa jauh mereka menjalankan tugas sebagai penyedia atau eksekutor proyek tersebut,” ungkap Benni ketika diwawancara.
Tempo
pada Sabtu, 22 Februari 2025.
Jika dalam proses verifikasi diketemukan petunjuk tidak sesuai pada proyek pembangunan sehingga merugikan negara, maka perusahaan kontraktor tetap berkewajiban menjalankan kesepakatan mereka dengan pihak pemerintahan. Oleh karena itu, langkah yang harus diambil oleh pemerintah ialah melakukan penilaian atas implementasi dari kontrak tersebut. Ini berarti TIDAK bermakna bahwa Badan Pemeriksa Keuangan secara langsung akan mengaudit pekerjaan yang telah diselesaikan oleh para developer.
“Fungsi BPK tidak sejauh itu,” kata Benni. Namun, sekali lagi, ia mengatakan BPK harus melibatkan pengembang dalam proses audit dengan tujuan tertentu untuk mengetahui hal teknis maupun substansialnya.
