Niat Gabung Timnas Indonesia, Eks CEO Klub: Sepak Bola Malaysia Belum profesional


Mantan CEO Perak FC, Bobbie Farid Shamsudin, mengungkapkan pandangannya yang tajam terkait situasi sepak bola di Malaysia sekarang ini.

Tim nasional sepak bola Malaysia memulai petualangannya di Grup F Kualifikasi Piala Asia 2027 dengan meraih kemenangan atas timnas Nepal.

Berpartisipasi di Stadion Sultan Ibrahim, Johor, Malaysia pada hari Selasa (25/3/2025) malam waktu WIB, kru tuan rumah berhasil memenangkan pertandingan dengan skor akhir 2-0.

Kesuksesan Malaysia dalam memenangkan pertandingan itu tak terlepas dari peran Hector Hevel.

Pemain yang lahir di Belanda tersebut memainkan pertandingannya perdana bersama Timnas Malaysia setelah menerima paspornya dari Malaysia.

Hevel menjadi pemain berdarah pertama yang memperkuat tim nasional Malaysia setelah adanya perubahan besar yang diprakarsai Tunku Ismail Sultan Ibrahim.

Perfoma luar biasa Hevel mendorong pemilik Johor Darul Ta’zim tersebut untuk terus meningkatkan kualitas skuad mereka.

Tanpa ragu-ragu, Tunku Ismail mengatakan terdapat tujuh atlet berketurunan lainnya yang akan memperkuat tim nasional Malaysia.

Rencana Tunku Ismail untuk merekrut tujuh atlet berketurunan baru telah menjadi perhatian CEO Perak FC, Bobbie Farid Shamsudin.

Bobie berpendapat bahwa Malaysia sepertinya ingin meniru jejak Timnas Indonesia yang dapat bertarung di tingkat Asia berbekal tim dengan pemain berkewarganegaraan ganda.

Menurut kabar, tujuh atlet berketurunan lainnya akan bergabung dengan tim nasional.

“Tujuan apa ini? Agar terlihat seperti Indonesia ya?” ujar Bobie, sebagaimana dilaporkan oleh Majoriti.com.my.

“Negara ini kelihatan tangguh di kawasan Asia dan bisa memperbaiki posisinya secara global, serta kemungkinan besar akan berhasil Lolos Ke Piala Dunia pada suatu hari nanti,” tambahnya.

Namun demikian, Bobie menganggap bahwa sepak bola di Malaysia tetap bersifat amatiran, terlebih lagi untuk para pemain lokalnya.

Menurut dia, upah para atlet dalam negeri yang sangat rendah menunjukkan kurangnya keseriusan di kompetisi nasional.

Pada intinya, sepak bola di Malaysia kini tidak lagi menarik minat para pemain dalam negeri.

“Karena para pemain lokal kita memang masih berada pada tingkat amatiran dan idealnya harus mendapatkan gaji antara RM1.800 sampai dengan RM2.500 saja,” ujarnya.

Di samping itu, Bobie juga menegur usaha untuk mewujudkan sepak bola Malaysia menjadi sebuah cabang olahraga profesional mirip dengan yang ada di Jepang dan Korea Selatan.

Menurut dia, Malaysia tak punya tradisi olahraga berbayar yang cukup kuat untuk menopang sebuah liga profesional. Ini disebabkan banyak pendukung mempunyai ekspektasi yang kurang masuk akal.

Pecinta sepak bola di tanah air berharap agar harga karcisnya terjangkau namun tetap sebanding dengan kompetisi-kompetisi besar layaknya Liga Primer Inggris ataupun La Liga Spanyol serta infrastruktur lapangan yang ekonomis.

Perlombaan perlu dilaksanakan di penghujung bulan dan pada hari Sabtu malam, mesti terdapat penjualan hamburger serta minuman air di dalam stadium namun dengan harga yang sungguh rendah.

“Setiap anggota Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM) mengerti bahwa swastanisasi tim sepak bola pasti tidak berhasil, kecuali jika rezeki turun dari awan,” ungkap Bobie.

Bobie menarik kesimpulan bahwa jumlah uang yang signifikan diperlukan untuk memajukan sepak bola Malaysia menuju level profesional.

Untuk mencetak pemain lokal berkualitas di Liga Malaysia, liga harus memiliki anggaran sekitar RM200 sampai RM300 juta setiap tahunnya.

Artinya tiap regu mesti mempunyai dana minimum Rp15 sampai dengan Rp20 juta per tahun, dan angka tersebut belum mencakup pengeluaran untuk stadium serta infrastruktur latihan.

Cara untuk meraih antara RM15 hingga RM20 juta per tim di Malaysia adalah hal yang penting bagi industri untuk dipelajari dan dikaji.

Ini adalah impian besar apabila sektor persepakbolaan kita mampu meraih tingkat tersebut.

“Bola sepak adalah salah satu cabang olahraga yang sangat profesional di Malaysia,” kata Bobie sambil menyambung.