Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan beberapa pakar akademis, jumlah orang yang mudik selama Lebaran di tahun 2025 diperkirakan berkurang sebesar 24,34%, yaitu dari angka 193,6 juta menjadi 146,48 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
Walau tak dijelaskan secara rinci tentang sebabnya, namun para ahli ekonomi mengatakan bahwa penurunan kekuatan pembelian konsumen, banyaknya PHK, dan pengurangan bantuan sosial adalah alasan utama yang memicu fenomena “aneh” itu.
Supriyono dan Hamidah merupakan dua dari ribuan pekerja yang terpaksa menunda keinginan mereka untuk pulang kampung karena tidak memiliki dana usai menghadapi PHK belakangan ini.
Dana yang semakin berkurang tersebut, menurut mereka, hanya mencukupi untuk memenuhi keperluan sehari-hari.
“Merasa sedih karena tak dapat berkumpul bersama keluarga, namun apa daya jika tabungannya sudah mulai berkurang dan hanya cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok saja,” kata Supriyono dengan pelan.
“Saya tidak dapat kembali rumah sebab tarif transportnya tinggi, lalu kalau besok mau datang lagi ke Jakarta akan ada biaya tambahan pula. Sangat mustahil kami pergi tanpa memberi sesuatu, bukan?” keluhan Hamidah.
Jumlah pemudik anjlok 24%
Tradisi mudik atau pulang kampung yang setiap tahun dijalankan oleh jutaan warga Indonesia menjelang Lebaran, sepertinya tidak akan banyak berkurang kali ini.
Badan Kebijakan Transportasi di Kementerian Perhubungan meramalkan bahwa jumlah pemudik saat Idulfitri tahun 2025 akan berkurang sebesar 24,34% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Ini berarti, jumlah total pemudik diperkirakan hanya akan menjadi 146,48 juta orang saja, turun drastis dibandingkan dengan estimasi awal yang mencapai angka 193,6 juta pemudik.
“Betul, jumlah orang yang berpotensi melakukan perjalanan pulang kampung pada Lebaran tahun ini (2025) menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik di Kementerian Perhubungan, Budi Rahardjo, Minggu (22/03). Seperti dikutip dari sumber tersebut.
Antara
.
Namun demikian, Kemenhub tidak menjelaskan mengenai penyebabnya sebab hal tersebut dianggap bukan sebagai fokus utama dari penelitian yang dilaksanakan bulan Februari kemarin.
Di samping itu, menurutnya, bisa jadi opini publik akan beralih tergantung pada faktor-faktor dan kondisi tertentu yang dapat mempengaruhi hasil akhir tersebut.
Tetapi hasil survei dari Kemenhub itu ternyata akurat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Informasi Angkutan dan Sarana Transportasi Indonesia (Siasati), tercatat bahwa jumlah total perpindahan penumpang melalui lima mode angkutan publik pada tiga hari menjelang Hari Raya Idul Fitri mencapai 6,75 juta jiwa, mengalami penurunan sekitar 4,8% dibandingkan dengan periode serupa di tahun sebelumnya.
Penurunan tertinggi dialami oleh moda bus antarkota antarprovinsi (AKAP), sebesar 10,2%. Diikuti oleh penurunan dalam penggunaan pesawat sebanyak 6,8%, serta kapal laut dengan penurunan 4,8%.
Mengapa sebagian orang memilih untuk tidak pulang kampung?
Satu di antara para migran yang memutuskan untuk tidak pulang kampung adalah Supriyono.
Laki-laki yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah, menceritakan bahwa ia tidak memiliki uang untuk pulang ke desanya setelah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di bulan Juli tahun 2024.
Perusahaan di mana dia bekerja, yaitu PT Aditec Cakrawiyasa yang merupakan pembuat komponen gas seperti Quantum Gas Compost, regulator, dan selang, telah dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 22 Juli 2024.
Putusan tersebut mengakibatkan penghentian hubungan kerja bagi 511 karyawannya.
Ayah dari dua orang anak tersebut menyampaikan bahwa setelah dikeluarkannya keputusan penghapusan usaha, banyak karyawan termasuk dirinyalah yang belum mendapatkan hak-haknya: pesangon, upah terhutang untuk beberapa bulan, serta tunjungan hari raya dalam dua tahun beruntun.
Jika dihitung totalnya, PT Aditec Cakrawiyasa masih memiliki utang kurang lebih 100 juta rupiah padanya.
“Pada waktu tersebut, beberapa bulan upah kita belum dibayarkan secara lengkap. Contohnya, saya tidak mendapatkan bayaran penuh selama sepuluh bulan,” kata Supriyono ketika diwawancara oleh BBC News Indonesia, Minggu (30/03).
Tunjangan Hari Raya pun masih kurang
full
, tahun lalu hanya mendapat bayaran sebesar Rp500.000 dan tahun ini naik menjadiRp1 juta. Oleh karena itu, masih terdapat kekurangan.”
Saya belum mendapatkan pesangon sedikit pun.
- Rupiah serta IHSG merosot hampir mencapai titik terendahnya – ‘Ketersediaan anggaran Indonesia tidak stabil dan berisiko mengalami krisis’.
Supriyono bersama dengan ratusan karyawan lainnya tidak mengetahui kapan hak-hak mereka akan terbayar. Ini karena sesuai keputusan pengadilan, semua utang perusahaan hanya dapat diselesaikan setelah barang-barang milik perusahaan yang telah disita berhasil dijual.
Menurut Supriyono, masalahnya adalah bahwa sampai sekarang tidak ada satupun dari aset tersebut yang terjual.
Dalam situasi tidak menentu semacam itu, dia terpaksa menerima pekerjaan apapun. Baik sebagai buruh konstruksi maupun teknisi perbaikan. Pokoknya segala hal yang berpotensi mendatangkan penghasilan, demikian penjelasan seorang pria berusia 48 tahun.
Karena jika harus menjadi pekerja pabrikan saat ini, lanjut dia, mustahil dilakukan mengingat umurnya sudah tidak muda lagi.
“Kini kebanyakan karyawan harus memenuhi persyaratan berusia antara 18 hingga 25 tahun, sementara saya telah melebihi 40 tahun. Bagaimana caranya?” dia bertanya.
Agar bisa bertahan hidup, Supriyono perlu mengatur keuangannya dengan cermat.
Tabungannya beroperasi selama 28 tahun, ia gunakan hanya untuk memenuhi keperluan sehari-hari serta biaya pendidikan putranya yang masih melanjutkan kuliah dan sekolah menengah atas.
Meskipun untuk pulang kampung, dia membatalkan rencana tersebut.
“Pekerjaannya belum ada, di-PHK, dan tak memiliki pendapatan rutin… bagaimana bisa pulang kampung, apalagi biaya perjalanan pulang kampung sudah jelas,” katanya dengan nada lesu.
Di tahun ini benar-benar menjadi periode yang sangat menantang bagi keluargaku, karena biasanya kami selalu mudik ke Kebumen tiap tahunnya.
Merasa sedih karena Lebarannya beda kali ini; biasanya banyak yang mudik, tapi kita tidak dapat melakukannya. Kebiasaan bertemu bersama keluarga, bercengkerama dengan saudara laki-laki-perempuan serta paman sepupu… aku rindu akan momen berkumpul itu.
Pada saat Idul Fitri juga, ia mengatakan bahwa dirinya tidak berencana pergi ke mana-mana dan hanya akan tetap tinggal di rumah bersama keluarganya yang kecil. Tidak ada pakaian baru maupun camilan istimewa yang disiapkannya.
- Indonesia mengalami deflasi tahunan untuk pertama kalinya dalam 25 tahun – Kenapa para ahli menyatakannya sebagai ‘deflasi palsu’ sementara ‘kemampuan membeli masyarakat’ malah menurun?
Hal yang sama terjadi pada Hamidah, seorang pendatang dari Labuhan Maringgai, di Kabupaten Lampung Timur.
Seorang wanita berumur di awal empat puluhan tidak dapat kembali ke kampong halamannya seperti biasanya karena dia tidak memiliki uang usai dilepaskan dari pekerjaannya dengan cara yang sepihak oleh pabrik konveksinya pada akhir bulan Februari kemarin.
Hamidah mengatakan kepada BBC News Indonesia, pada hari Minggu (30/03), bahwa dia diminta untuk menandatangan surat pengunduran diri sebelum masa kontraknya berakhir tanpa adanya penjelasan yang masuk akal.
Hamidah menyampaikan bahwa sejak dia di-PHK, pemikirannya menjadi kacau terlebih saat menjelang Idul Fitri. Dia merasakan keraguan: ia sangat rindu kepada tempat asalnya tetapi kondisi finansial keluarganya sedang sulit.
“Saya pada akhirnya memilih untuk tidak kembali kerumah, pasalnya tarif transportasi jadi lebih tinggi belakangan ini? Nantinya akan saya atur perjalanan pulang dengan mengeluarkan dana tambahan lagi,” ungkapnya.
Pada masa lalu, tiap kali pulang kampung, ia sering menggunakan sepeda motor bersama dengan suaminya. Setelah tiba di Pelabuhan Merak, Banten, mereka akan naik kapal hingga mencapai Pelabuhan Bakauheni.
Selepas itu, ia tetap perlu meneruskan perjalanan darat selama 66 kilometer menuju desa asalnya.
Setiap kali pulang kampung, paling tidak Hamidah perlu menyimpan uang senilai Rp3 juta.
Jika dihitung biaya perjalanan pulang-pergi bersama-sama sebesar Rp600.000. Namun, yang menjadi kendalanya adalah ada banyak anggota keluarga dan keponakan saya di desa. Sangat tidak mungkin untuk pulang tanpa membawa hadiah apapun bagi mereka?
Lanjut membicarakan kesulitan kita sepertinya tidak bisa, aku tak ingin mengganggu warga desa.
- Takdir bagi kelompok menengah di Indonesia – Berjuangan keras, menghabiskan simpanan, serta dipenuhi ketidakpastian.
Hamidah pun menceritakan bahwa keluarganya yang besar merasa kecewa karena dia tidak kembali. Sampai-sampai saudaranya sulit untuk berkomunikasi dengannya.
Dia mengatakan dapat memahami rasa kecewanya karena mereka hanya bisa berkumpul dan ziarah ke kuburan orangtua satu kali dalam setahun.
Menurut perkataan kakakku, tidak ada yang tahu berapa usia kita, jadi jika memungkinkkan sebaiknya mudik saat Idul Fitri. Aku pun rindu bertemu dengan keluarga dan keponakan-keponakanku.
Tetapi apa boleh buat, tabunganku cuma cukup sampai bulan ini, sedangkan untuk bulan berikutnya tidak tersisa lagi.
Sekarang, Hamidah hanya dapat merindukan harapan bahwa tahun depan dia akan bisa pulang lagi.
“Mudah-mudahan saya bisa mendapatkan pekerjaan dengan cepat setelah Lebaran,” katanya sambil menunjukkan ekspresi berharap.
Apa yang menyebabkan penurunan jumlah orang yang mudik?
Direktur Kebijakan Publik di Center for Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menjelaskan bahwa penurunan jumlah orang yang mudik pada masa Lebaran kali ini disebabkan oleh berbagai faktor.
Yang paling mencolok pertama kali dilihat adalah penurunan kemampuan konsumen untuk membeli barang.
“Masyarakat sedang mengalami kesulitan dalam daya belinya. Kenakan harga barang-barang penting hingga tarif jasa transportasi seperti bis, kereta api, dan bahkan penerbangan tentu memiliki dampak,” terangkan dia kepada BBC News Indonesia, pada hari Minggu (30/03).
Menurut pantauan Celios, penurunan kemampuan pembelian masyarakat ternyata telah dirasakan sejak paruh kedua tahun lalu. Pada saat tersebut, Indonesia mencatatkan inflasi negatif untuk lima bulan beruntun mulai dari Bulan Mei sampai September 2024.
Deflasi terus berlangsung hingga bulan Februari kemarin, yang bertepatan dengan satu bulan sebelum Ramadhan—periode ketika konsumsi masyarakat umumnya naik.
Maka sebenarnya kemampuan belanja masyarakat sedang di titik terendahnya.
Kelumpuhan kemampuan membeli ini, lanjut Askar, tidak terlepas dari peningkatan jumlah PHK dalam berbagai bidang. Dimulai dari sektor manufaktur, teknologi, perbankan, pemrosesan, layanan, sampai ritel.
Namun, industri penghasil barang adalah salah satu bidang yang memberikan kontribusi besar terhadap pemutusan hubungan kerja.
Kementerian Tenaga Kerja melaporkan bahwa kira-kira 80.000 individu terkena pemutusan hubungan kerja selama tahun 2024. Angka tersebut naik dari jumlah pada tahun sebelumnya yang diperkirakan berada di sekitar 60.000 orang.
“Saat seseorang mengalami PHK, tentu mereka akan menabung hanya untuk kebutuhan pokok, bukan?” katanya.
- PPN sebesar 12% serta sembilan beban tambahan lainnya yang bakal membebani isi kantong kalangan pekerja mulai tahun 2025 – ‘Inilah cara membuat warga miskin bertambah’.
Selanjutnya adalah faktor PHK, ketidakstabilan bisnis, serta gaji yang tidak mengalami kenaikan.
Masyarakat tentunya bisa bijak pula, mereka perlu berhati-hati dalam mengatur keuangannya. Bagi yang memiliki bisnis akibatperlambatan ekonomi, sebaiknya jangan memilih untuk pulang kampung dan hanya menghabiskan uang, tetapi lebih baik menyimpannya dahulu.
Yang terakhir merupakan pengurangan bantuan sosial kepada warga masyarakat. Menurut observasi Celios, jumlah tersebut mengalami penurunan kurang lebih 16%, berkurang dari angkaRp168 triliun di tahun kemarin hingga tinggal Rp140 triliun saat ini.
Menurut Askar, bantuan sosial merupakan “sumber kehidupan” bagi kalangan bawah dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari. Selain itu, dia menyebut bahwa dana tersebut juga dimanfaatkan untuk mendukung aktivitas bisnis mereka di daerah masing-masing.
Pada kondisi saat ini, dana dari program bantuan sosial dapat digunakan untuk pulang kampung.
Askar menyatakan penurunan jumlah pemudiuk tidak boleh diremehkan. Karena dengan semakin berkurangnya uang yang mengalir di tengah masyarakat, hal itu mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sedang lesu.
Pada kesempatan ini seharusnya terjadi aliran uang yang signifikan dari perkotaan ke pedesaan. Ini juga menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi sedang berjalan.
Bila situasi tersebut tak kunjung terwujud, dampaknya akan sangat signifikan, menurut klaim Askar.
“Pengurangan jumlah pemudik memiliki dampak positif terhadap penyeimbangan ekonomi. Sebab dana ini tidak hanya berpindah dari perkotaan ke pedesaan, tetapi juga masuk dari luar negeri ke dalam negara,” paparnya.
Bila jumlah uang ini berkurang, beberapa area hanya mendapatkan aliran dana yang kecil dari mereka yang bertempat di perkotaan. Akibatnya, kesenjangan dalam penghasilan antara wilayah menjadi lebih besar secara umum.
- Deflasi terjadi selama Lima bulan berturutan, menandakan bahwa ‘masyarakat kalangan pekerja telah kehabisan dana untuk mengeluarkan biaya belanja’.
“Karena beberapa area sangat mengandalkan konsumsi dan pembelanjaan selama musim mudik,” jelasnya.
Misalnya saat lebaran membeli buah tangan, berbelanja ke warung-warung setempat, ataupun menyewa jasa tukang ojek di desa. Jika para perantau tidak pulang, maka uang tersebut tentunya tidak tersebar.
Tidak hanya mempengaruhi kesenjangan ekonomi, perayaan pulang kampung ternyata juga bisa membantu meringankan kemiskinan di wilayah-wilayah tersebut. Misalnya saja, menurut pendapat Askar, sering kali pada hari raya Idulfitri banyak masjid-masjid di desa-desa yang menghimpun sedekah dan infak.
Output hasil dari program tersebut—which runs into tens of millions—even hundreds of millions—are digunakan untuk mendukung anak-anak yang tidak memiliki orangtua.
Oleh karena itu, apabila jumlah orang yang pulang kampung menurun, secara otomatis dana yang tersedia untuk meringankan kesulitan ekonomi di daerah asal pun akan berkurang.
Di akhir, perayaan Idul Fitri pun membuka peluang pekerjaan untuk para penganggur musiman di kawasan tersebut. Orang-orang yang biasanya tanpa pekerjaan, secara mendadak berjualan minuman atau makanan selama periode Lebaran.
Jika para perantau tidak kembali pulang, bukankah penghasilan mereka menjadi sedikit?
Oleh karena itu, Askar melihat penurunan jumlah pemudik sebagai peringatan. Apabila kondisi tetap seperti ini, akan sangat challenging bagi pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
“Bermaknaperlambatan ekonomiakan tetapberlanjut,” tandasnya.
Pemerintah membantah klaim bahwa aliran uang pada masa Lebaran berkurang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggarisbawahi bahwa aliran uang saat Lebaran tahun 2025 tetap stabil dan hanya terpantau sedikit kenaikan daripada penurunan.
Ini diungkapkan setelah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meramalkan bahwa aktivitas keuangan selama Lebaran diperkirakan hanya akan mencapai angka Rp 137,97 triliun, mengalami penurunan sebesar 12,3% dibandingkan dengan nilai Rp 157,3 triliun pada tahun sebelumnya.
“Moderat. Lebaran tahun lalu terdapat pemilihan presiden dan legislatif, sehingga situasinya menjadi tidak sama,” ungkap Airlangga saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (26/03) yang demikian dikutip.
Kompas.com
.
Dia menyebutkan bahwa kedua hal ini tidak bisa dibandingkan dengan mudah karena ada dua acara penting yang terjadi tahun lalu, yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan legislatif (Pileg).
Airlangga juga menyatakan bahwa aliran uang saat liburan Idul Fitri dipastikan tak akan berkurang karena beberapa tindakan dari pihak pemerintahan, di antaranya melalui skema penyampaian bantuan sosial (bansos).
“Kondisinya tetap stabil berkat adanya berbagai program serta bantuan sosial yang telah dijalankan. Nanti kita akan tinjau kembali (menurut prediksi Kadin),” katanya.
Seperti dilaporkan sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia yang bertanggung jawab atas Pengembangan Otonomi Daerah, Sarman Simanjorang, menyatakan bahwa pengurangan aliran uang saat Lebaran tahun 2025 dipicu oleh berkurangnya jumlah orang yang mudik.
“Bila pada tahun sebelumnya perkiraan putaran uang saat Lebaran 2024 adalah Rp 157,3 triliun, maka diperkirakan untuk periode liburan Lebaran 2025 akan mencapaiRp 137,975 triliun, mengalami penurunan sebesar 12,3%,” katanya melalui pernyataan tertulis tersebut.
Perlu dicatat bahwa pada tahun 2022, volume transaksi keuangan selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri menyentuh angka Rp150 triliun. Sementara itu, di tahun berikutnya, yaitu 2023, jumlah tersebut meningkat menjadiRp240 triliun.