KULON PROGO,
– Mendekati hari raya Idul Fitri, pakaian bekas yang hanya berharga Rp 5.000 menjadi buruan bagi kalangan tidak mampu di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di antara penduduk Yogya, baju bekas tersebut disebut sebagai “awul-awul”.
Di Pasar Wage, pakaian second dibiarkan bertumpu-tumpuan di atas karpet, sementara pelanggan perlu mencari sendiri melalui kerumunan itu agar bisa mendapatkan barang yang pas.
Sebagian besar pakaian yang tersedia merupakan produk wanita, mencakupi segala usia mulai bayi sampai orang dewasa.
Di samping gamis, tersedia juga hijab, mukena, kaos oblong, baju koko, celana panjang, hingga boxer.
Harga produknya sungguh murah, sekitar Rp 5.000 untuk setiap potongannya.
Pakaian berharga Rp 10.000 untuk atasan dan bawahan, serta Rp 15.000 untuk gamis ukuran jumbo, dipajang secara terpisah menggunakan gantungan.
Pakaian anak ditawarkan seharga Rp 10.000 untuk setiap tiga buah, sedangkan hijab anak dibanderol dengan hargaRp 3.000 tiap satuannya.
Ana mengklaim bahwa awul-awul tidak berarti baju itu sudah rusak.
“Baju yang tersedia masih pantas untuk dikenakan, tetapi terdapat beberapa cacat ringan, contohnya seperti kancing yang hilang,” katanya.
Menghampiri hari raya Idul Fitri, awul-awul menjadi salah satu produk yang banyak diburu di Pasar Wage, yang terkenal sebagai pasar hewan lokal Kecamatan Pengasih.
Pasarnya terbuka setiap hari menurut perhitungan weton masyarakat Jawa yang disebut Wage.
Anna memulai standnya di pasar ini dengan menjadi bagian dari Yayasan Amal Jariyah Peduli di Jogja, organisasi yang mengumpulkan sumbangan dalam bentuk barang secondhand dari para dermawan.
Pakaian yang masih dalam kondisi baik diberikan kepada pondok pesantren di Magelang dan Yogyakarta, sedangkan pakaian yang sudah rusak digunakan untuk dibuang.
Dana dari transaksi di transferkan kepada asrama pesantren.
” Mendekati hari Lebaran, penjualannya naik menjadi lebih dari 500 potong dibandingkan biasanya yang hanya antara 200 hingga 300 potong,” jelas Ridwan Darusman, salah satu anggota tim penerima barang di lembaga tersebut.
Hari ini merupakan hari terakhir Pasar Wage sebelum Idul Fitri, dan banyak orang mengisi pasar tersebut.
Dengan hati-hati mereka memilih pakaian favorit, apakah itu dari tumpukan di lantai atau langsung dari dalam truk penjual tersebut.
Iin, seorang juru masak di kafetaria kantor pemerintahan, menyatakan telah membeli tujuh buah pakaian, antara lain gamis serta mukena, dengan pengeluaran keseluruhan senilai Rp 35.000.”Kita ini orang biasa-biasa saja. Hanya sesuai dengan isi dompet kami,” tuturnya.
Tubarno, yang merupakan juru pangkas kelapa dari desa Kokap, juga berkunjung ke Pasar Wage menjelang Idul Fitri guna mencari perabot bekas dengan harga murah. “Untuk kami ini cukup terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah. Saya belum membeli yang baru karena kondisi perekonomian saat ini kurang baik. Meski demikian, saya merasa terbantu,” jelasnya.
Pedagang awul-awul ini benar-benar menjadi tujuan utama bagi kalangan marginals, khususnya menjelang hari raya Idul Fitri.
Harga yang terjangkau menarik pelanggan dari beragam latar belakang, mulai dari ibu-ibu rumah tangga sampai petugas penjaga parkir, dan bahkan dua individu yang biasa mengemis di pasar tersebut juga ikut membeli pakaian di tempat itu.
