IHSG Jatuh: Dampaknya pada Ekonomi dibandingkan Krisis 1998 dan Pandemi Cbd-19





,


Jakarta




Indeks Harga Saham Komposit (IHSG)
Menghadapi goncangan yang menyebabkan penurunan lebih dari 5%, dan kemudian ditutup pada level 6.076 (turun 6,11%), selama sesi perdagangan awal hari Selasa, tanggal 18 Maret 2025. Hal ini mengharuskan
Bursa Efek Indonesia (BEI)
untuk menonaktifkan perdagangan sejenak



trading halt



) selama 30 menit.


Tekanan yang ada saat ini serupa dengan menghidupkan kenangan tentang beberapa peristiwa gejolak ekonomi di Indonesia. Antara lain, Krisis Moneter tahun 1998 serta Pandemi COVID-19. Namun, bagaimanakah tingkat keseriusannya dibandingkannya?


Krisis Moneter 1998


Melansir Skripsi berjudul



Dampak Persentase Suku Bunga, Laju Inflasi, serta Nilai Tukar Rupiah/USD terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia



(2013), pertumbuhan ekonomi di tahun 1998 turun sebesar 13 persen. Ini disebabkan oleh situasi perubahan yang masih menangani dampak krisis.


Faktor utama munculnya krisis ekonomi di Indonesia berasal dari dampak krisis nilai tukar mata uang di Thailand pada awal tahun 1997, hal ini menyebar ke pasar valuta asing di wilayah Asia dan berimbas pula kepada perdagangan valas dalam negeri. Dampak besar dari krisis finansial itu menyebabkan jatuhnya Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto.


Pada masa itu, kepercayaan merosot sampai ke titik terendah, sehingga mempengaruhi stabilisasi mata uang rupiah. Di tahun 1997, kurs rupiah terhadap dolar AS adalah di angka Rp 4.850, namun kemudian jatuh drastis menjadi Rp 17.000 pada bulan Mei 1998. Kejadian ini menyebabkan arus investasi melambat dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun secara signifikan sebesar 398,04 poin.


Pandemi Covid-19


Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, dengan sah menyatakan bahwa virus korona tipe baru (SARS-CoV-2) sudah muncul di tanah air pada hari Senin, tanggal 20 Maret 2020. Sebelum pengumuman tersebut, bursa efek sudah mulai memperlihatkan pola penurunan semenjak awal tahun 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang semula mencapai poin 6.300 di akhir Januari, kemudian jatuh menuju angka 5.900 dan terus anjlok sampai mendekati level 5.400 saat menjelang akhir bulan Februari.


Saat berita tentang WNI yang dinyatakan positif terkena virus corona mencuat, bursa efek merasakan perubahan volatilitas. Lembaga Pengawas Pasar Modal langsung menyetop aktivitas short selling atau penjualan kosong (صند.nlm



short selling



) guna mengurangi efek buruk.



Short selling



Menjual saham sendiri berarti menjual aset yang tidak dimiliki oleh pihak tersebut. Aturan pelarangan ini diberlakukan oleh Bursa Efek Indonesia dengan tujuan untuk membantu mengatur dan menstabilkan pergerakan pasar saham saat harganya sedang turun.


Di pertengahan Maret 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot dengan drastis sebesar 6,58 persen, mencapai penurunan harian tertajamnya dalam kurun waktu 8,5 tahun belakangan ini.



year-to-date



(hingga kemarin), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan sebesar 18,46 persen.


Menanggapi situasi tersebut, Bursa Efek Indonesia melakukan tindakan



trading halt



sepanjang 30 menit apabila IHSG anjlok melebihi 5 persen, akan diberlakukan sistem halt



asymmetric auto rejection



, dan mengurangi waktu perdagangan di bursa.


Sebaliknya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan seluruh emiten untuk melaksanakan tindakan pembelian kembali saham (



buyback



) tanpa harus melewati Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tindakan itu bertujuan untuk memberikan dorongan dalam mengurangi pengaruh dari pasaran yang tidak stabil.


Di akhir bulan Maret tahun 2020, IHSG meroket hingga ke angka 4.500 dan naik lagi menjadi 4.700 di awal April. Pada bulan Mei indeks cenderung stabil, kemudian mulai membaik mendekati titik 5.000 di bulan Juni saat pembatasan PSBB dikurangi.


Pada bulan Juli 2020, transaksi saham meningkat hingga ke angka 5.100 dan melanjutkan peningkatan sampai 5.200 di bulan Agustus. Akan tetapi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan lagi menuju posisi 4.900 pada September akibat adanya implementasi yang lebih keras dari Pembatasan Sosial Berskal Besar (PSBB).


Di kuartal keempat tahun 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pertumbuhan yang positif. Pada bulan Oktober, indeks tersebut berada di sekitar level 5.100, kemudian meningkat menjadi 5.600 di bulan November, dan meraih titik tertingginya yaitu 6.100 pada tanggal 21 Desember 2020. Walau begitu, IHSG sempat turun sedikit hingga mencapai angka 6.000 mendekati pengujung tahun 2020.


IHSG 2025


Iman Rachman, ketua BEI, menyebutkan bahwa penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini disebabkan oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun luar negeri. Meskipun menurunya IHSG secara signifikan dianggapnya tidak biasa, ia menganjurkan untuk melihat fenomena tersebut dengan perspektif yang lebih luas.


Beberapa elemen dunia ikut mempengaruhi, di antaranya adalah ketidaktentuan dalam bidang ekonomi global. Sekarang banyak pelaku investasi masih mengalami kendala.



wait and see,



Iman mengatakan hal tersebut saat konferensi pers di Gedung BEI, Jakarta, pada hari Selasa, 18 Maret 2025.


Meskipun begitu, ia tidak menyangkal bahwa pelemahan IHSG disebabkan oleh faktor dalam negeri. Akan tetapi, ia enggan memberikan detail lebih lanjut tentang apakah penurunan itu akibat keputusan pemerintah tertentu, misalnya permintaan Himbara untuk mendanai proyek 3 juta hunian atau kebijakan lainnya.


Pada saat yang sama, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus mengatakan bahwa beberapa sentimen internasional turut mendorong penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Di sisi lain, dalam konteks nasional, penghasilan negara yang merosot sebesar 30 persen membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per-tahun 2025 bertambah lebar.


“Oleh karena itu diperlukan peningkatan emisi obligasi dan tentunya nilai tukar rupiah yang terus menurun,” jelas Nico saat berbicara di Jakarta pada hari Selasa, 18 Maret 2025.


Nico menyatakan bahwa keadaan saat ini turut mempersulit realisasi penurunan tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI). Di samping itu, pendapatan dari perpajakan domestik jatuh dengan drastis sebesar 30,19% secara tahunan (year-on-year/yoy), merosot hingga hanya Rp 269 triliun saja.


Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan angka sekitar Rp 31,2 triliun hingga bulan Februari tahun 2025, dengan penurunan pengeluaran pemerintah sebanyak 7%. Hal ini berdampak pada kenaikan rasio hutang nasional yang melambung ke tingkat 44,77% di awal tahun tersebut, tepatnya pada Januari 2025.


“Setiap orang cemas tentang risiko fiskal yang semakin meningkat sehingga berbagai pelaku di pasar dan para investor pada akhirnya memilih untuk berinvestasi dalam instrumen yang jauh lebih aman dengan tingkat pengembalian yang pasti. Dengan demikian, saham menjadi kurang menarik, dan mungkin saja mereka akan melirik obligasi sebagai alternatif selanjutnya,” ungkap Nico.


Aisha Shaidra


dan


Dinda Shabrina


menulis artikel ini.


Airlangga Menemui Prabowo, Laporkan Penurunan Drastis IHSG