Mise en Scene: Kunci Rahasia behind-the-scenes yang Mengubah Tampilan Film Anda

Di bidang perfilman, Mise en Scene merupakan aspek penting yang mengatur cara adegan ditampilkan di layar.

Tanpa mise en scene yang sesuai, sebuah film dapat kehilangan pesona visual serta nilai makna yang ingin ditransmisikan.

Ide ini meliputi semua elemen yang terlihat di jendela kamera, termasuk penerangan, busana, properti, sampai posisi berdiri para pemainnya.

Meniadakan Mise en Scene berarti meninggalkan film tanpa jati diri dan kekuatan berceritanya.

Beberapa direktur terkenal seperti Stanley Kubrick, Wes Anderson, sampai Christopher Nolan tersohor karena kemampuannya merancang elemen-elemen tersebut dengan teliti.

Mereka sadar bahwa aspek visual tidak hanya terkait dengan keindahan kosmetik, melainkan juga metode untuk mengkomunikasikan makna yang terselubung kepada audiensnya.

Apakah yang Dimaksud dengan Mise en Scene?

Sebelum kita mendalami perannya dalam film tersebut, sebaiknya kita paham bagaimana membaca dan mengucapkan istilah itu secara tepat terlebih dahulu.

Mise en Scene berasal dari kata yang digunakan dalam bahasa Perancis dan dieja sebagai “miz-ahn-sen”. Dalam pengertian dasarnya, istilah ini berarti “meletakkan atau menata dalam sebuah adegan”.

Di bioskop, istilah tersebut mengacu pada seluruh komponen di dalam bingkai serta cara penyusunan mereka untuk membentuk arti.

Komponen-komponen utama dari Mise en Scene mencakup:

1. Set dan Lokasi

Tempat dalam film tidak hanya sebagai setting, melainkan juga alat narasi yang memperkokoh plotnya.

Sebagai contoh, rumah kecil yang kacau balau dalam film Parasite (2019) menunjukkan ketimpangan sosial dengan cara visual tanpa harus menggunakan banyak percakapan.

Di film La La Land (2016), pemakaian warna serta desain kota Los Angeles yang energetik memberikan sentuhan pesona sambil menghadirkan nuansa sedih pada petualangan cinta para karakternya.

2. Pencahayaan (Lighting)

Pencahayaan memiliki peranan penting dalam menghasilkan suasana.

Film horor kerap menggunakan penerangan yang meredup untuk menciptakan suasana ketegangan, sedangkan film romantis lebih condong pada penggunaan cahaya yang lembut dan hangat agar tercipta perasaan dekat.

Dalam film The Dark Knight (2008), kontras cahaya yang tajam menggambarkan perbedaan sifat antara Batman dan Joker.

Batman kerap digambarkan dalam cahaya redup untuk memperkuat sisi misterinya, di saat yang sama si Kejam malahan lebih banyak tampil di bawah penerangan terang yang justru meningkatkan aura berisikonya.

3. Busana dan Penataan Wajah

Kostum tidak hanya berfungsi sebagai pakaian, namun juga perangkat yang membantu menciptakan kepribadian.

Di film Joker (2019), transformasi busana Arthur Fleck dari pakaian yang berantakan menjadi setelan jas merah ikonik Joker menggambarkan perkembangan mentalnya.

Sebuah contoh lainnya adalah film Black Panther (2018) dimana pakaian adat suku Wakanda terinspirasi dari kekayaan budaya Afrika.

Detil ini memberikan kesan keaslian dan kesejukan yang lebih pada dunia Wakanda.

4. Komposisi dan Framing

Bagaimana kamera merekam adegan termasuk dalam konsep Mise en Scene.

Keserasian pada karya film Wes Anderson menciptakan impresi yang teratur serta seni yang tinggi.

Pada tahun 1917 (2019), teknik satu-shot yang digunakan memberikan kesan imersi yang kuat, seakan-akin penonton sedang melalui pertempuran bersama dengan para tokoh dalam film tersebut.

Pada sisi lain, film The Grand Budapest Hotel (2014) menggabungkan palet warna yang menonjol dengan komposisi frame yang rapih, menciptakan atmosfer sebuah dunia alternatif jauh dari realitas.

Tiap elemen di dalam kerangka tersebut dirancang dengan cermat guna memperkuat narasi secara visual.

5. Penahanan dan Gerakan Aktor

Letak para pemain dalam bingkai serta cara mereka bergerak turut mempengaruhi hasil akhir dengan signifikan.

Di dalam film The Godfather, tokoh Don Corleone kerap digambarkan sedang duduk di sebuah kursi yang luas sambil disorot oleh cahaya lembut, hal ini menghasilkan impresi tentang kedaulatannya serta kekuatannya.

Di dalam film Schindler’s List yang dirilis pada tahun 1993, terdapat sebuah adegan tersohor dimana seorang anak perempuan memakai pakaian berwarna merah bergerak melalui keramaian yang hanya digambarkan dalam warna abu-abu dan putih.

Tanda tangan dan corak pakaian si anak berperan sebagai ikon semangat baru dalam suasana perang yang mengerikan.

Cara Menafsirkan Mise en Scene dalam Film

Agar dapat mengerti tentang Mise en Scene, terdapat sejumlah elemen yang perlu diamati ketika menyaksikan sebuah film:

1. Amati Susunan Visually di Dalam Bingkai

Perhatikan cara penempatan tokoh dan benda pada layar.

Karaktar yang berada di posisi tengah sering menggambarkan kedudukannya atau urgensi mereka.

Objek yang berada di tepi atau tertindih oleh benda lain dapat menggambarkan isolasi atau tekanan yang dialaminya.

2. Analisis Terhadap Warna dan Penerangan

Warna mempunyai arti khusus di dalam film. Merah kerap diasosiasikan dengan risiko atau hasrat, biru melambangkan kedamaian atau kesedaran, sementara kuning atau emas menghadirkan nuansa kenang-kenangan atau kegembiraan.

3. Amati Tindak Laku dan Ekspresi Karakter

Pergerakan yang pelan dapat mengindikasikan bebannya emosi yang berat, sementara lari-larian mungkin mencerminkan rasa terburu-buru atau ketakutan.

Misalkan dalam film Joker (2019), Arthur Fleck pada awalnya bergerak dengan tidak teratur, namun ketika telah menjadi Joker, gaya berjalannya jadi lebih leluasa, menunjukkan pergantian psikologisnya.

4. Periksa Pemanfaatan Area dan Aset

Biasanya objek dalam bingkai tidak ditempatkan dengan sembarangan.

Sebagai contoh, cermin biasa dipakai untuk menggambarkan adanya dua identitas atau pemantulan diri, di sisi lain, sebuah kursi yang berukuran besar dapat melambangkan kekuasaan seseorang.

Berapa Kecermatan yang Perlu Dicantol dalam Mise en Scene?

Mise en Scene harus sudah jelas terbayangkan sejak fase persiapan produksi.

Di dalam pembuatan film berbudget besar, rincian disusun lewat ide artistik, gambar kasar, serta storyboards.

Akan tetapi, di dalam film independen atau produksi berbudget rendah, tidak seluruh elemen dapat direncanakan secara kesempurnaan.

Pada situasi seperti ini, pembuat konten umumnya perlu menyesuaikan diri dengan batasan tertentu, namun mereka masih memastikan kekonsistenan aspek visual serta pesan di balik narasinya.

Siapakah Yang Memutuskan Mise En Scene?

Mise en Scene bukan hanya menjadi beban sang sutradara.

Beberapa pemain utama dalam perencanaannya meliputi:

Sutradara: Mempunyai konsep dasar utama serta memastikan bahwa seluruh komponen berfungsi dengan harmonis.Sinematografer (DOP): Bertanggung jawab terhadap penataan cahaya dan pengambilan gambar.Produk Desainer: Merancang latar belakang, peralatan, dan unsur-unsur visual lainnya.Desaing Kostum: Menetapkan jenis baju dan aksesoris yang dipakai oleh para tokoh.Arhitektur Art: Mengontrol aspek estetika di seputar latar dan perlengkapan.

Seluruh regu ini berkolaborasi guna menjamin bahwa setting yang diciptakan sejalan dengan konsep film serta dapat mengomunikasikan narasi secara efektif.

Dampak Bila Mise en Scene Dilewatkan

Melupakan unsur Mise en Scene bisa membuat film tampak biasa dan tidak begitu membangkitkan emosi.

Tanpa desain visual yang solid, penonton mungkin hilang dalam pengalaman emosi dari narasi tersebut.

Film yang tidak direncanakan dengan matang dapat tampak kurang nyata atau bahkan memusingkan.

Mise en Scene tidak hanya merupakan komponen tambahan, melainkan aspek penting dalam menciptakan alam semesta film yang mendalam dan berkesan.

Oleh karena itu, untuk para pembuat film yang menginginkan daya pikat yang kuat pada karyanya, Mise en Scene merupakan aspek penting yang tak bisa dilupakan. ***