BCA Respon Dugaan Rekening Digunakan dalam Skema Penipuan Crypto





,


Jakarta


– PT Bank Central Asia Tbk (
BCA
) menanggapi tuduhan bahwa rekening banknya dipakai oleh pelaku penipuan yang mengiming-imingi investasi saham dan valas
kripto
EVP Corporate Communication & Social Responsibility dari BCA, Hera F. Haryn, menyampaikan bahwa jika memang tersangka menggunakan BCA sebagai tempat untuk menerima dana hasil penipuan, mereka sepenuhnya mendukung usaha penegakan hukum dalam hal ini.

“BCA selalu mendukung usaha penegakan hukum yang sedang berlangsung dan siap bekerja sama dengan otoritas yang tepat,” ungkap Hera ketika dihubungi pada hari Senin, tanggal 25 Maret 2025.

Hera pun menegaskan bahwa semua aktivitas BCA dilakukan sesuai dengan aturan dan prosedur yang telah ditetapkan. Sebaliknya, mereka mendorong para pelanggan agar lebih hati-hati terhadap beragam skema penipuan yang kian menjamur.

“Pada kesempatan kali ini, kami pula menyarankan
nasabah
Untuk selalu waspada terhadap beragam skema penipuan. Pastikan untuk menjaga kerahasiaan informasi perbankan Anda,” ujar Hera.

Insiden penipuan bertopeng sebagai investasi kripto masih menjadi perhatian publik usai beberapa korban mengadukan hilangnya uang mereka ke akun Bank tertentu, termasuk BCA. Akan tetapi, pihak BCA telah menyatakan tekadnya untuk mendukung otoritas dalam penyelidikan potensi penggunaan ilegal dari rekening-rekening tersebut oleh para pelaku tindakan kriminal di bidang keuangan.

Sekarang ini, dugaan bahwa BCA dipakai oleh sindikat penipuan investasi kripto sebagai tempat menyimpan uang para korban muncul setelah pengakuannya dari salah satu pihak yang dirugikan, yakni SW. Wanita berusia 63 tahun tersebut menjelaskan dia sudah melakukan transfer beberapa jumlah uang ke akun bernama sebuah perusahaan yang ternyata palsu dengan tujuan membeli cryptocurrency.

SW menjadi korban sebuah skema penipuan bertopeng investasi cryptocurrency sesudah bergabung dengan suatu kelompok belajar tentang investasi di aplikasi WhatsApp tersebut. Penjahat itu menyamar sebagai Profesor AS serta asisten-nya, DH, lalu menjerumuskan SW agar melakukan invetasi lewat situs web bernama JYPRX. Agar dapat memindahkan uangnya, sang pelaku merogoh kocek mereka ke dua akun perbankan besar yaitu BRI dan BCA.

Berdasarkan laporan dari SW dan beberapa screenshot yang dia berikan ke Tempo, disimpulkan bahwa akun rekening yang dipakai untuk menerima kiriman uangnya di Bank Central Asia (BCA) tercatat atas nama PT Garuda Perkasa Group dan PT Saliem Timoer Group. Ia juga menjelaskan bahwa tidak hanya BCA, tersangka menggunakan bank lain sebagai tempat penampungan dana para korbannya. Menurut pengakuannya, SW sudah mentransfer jumlah keseluruhan sekitar Rp 330 juta dalam beberapa kali transaksi.

“Saya tidak mencantumkan jumlah pastinya, namun jika dihitung-hitung sekitar telah saya tranfer sebesar Rp 330-an juta. Ini berasal dari tabungan kami yang tadinya disiapkan untuk masa pensiun,” ungkap SW saat ditemui oleh Tempo pada hari Senin, tanggal 24 Maret 2025.

Awalnya, SW mendapat bonus berupa mata uang USDT dan sukses melakukan penarikan kecil demi meningkatkan kepercayaannya terhadap sistem ini. Tetapi saat dia ingin menarik semua dana investasinya, akunnya malah di blokir karena dalih penyelidikan. Kemudian pihak platform minta agar SW mengembalikan bonus tadi, bahkan memberinya opsi untuk membeli coin baru dari perusahaan tersebut sebagai persyaratan pengambilan dana. Semua upayanya tak ada gunanya, sehingga saldo milik SW yang telah mencapai angka 2,4 Miliar Rupiah masih belum dapat dicairkan.

Direktorat Penyelidikan Kriminal Cyber (Ditreskrimumdikpolri) mengungkap skema penipuan online berkedok investasi perdagangan saham dan cryptocurrency melalui platform JYPRX, SYIPC, serta LEEDSX yang merupakan bagian dari sindikat internasional.

Kepala Direktorat TindakPidana Sibern (Ditipidsiber) Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Himawan Bayu Aji pada konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025, menyebutkan bahwa penemuan kasus tersebut dimulai dari sebuah pelaporankan oleh kepolisian.

Brigjen Pol. Himawan mengatakan bahwa jumlah korban yang telah diidentifikasi sampai saat ini adalah 90 orang dan besarnya kerugian mencapai Rp105 miliar.

Cara yang dipakai penjahat itu untuk mempromosikan investasinya adalah melalui iklan di platform-media sosial.

Apabila korban mengeklik iklan itu, mereka akan dialihkan ke nomor WhatsApp guna melanjutan komunikasi dengan individu yang menyebut dirinya sendiri sebagai Profesor AS. Agar bisa belajar tentang perdagangan saham dan cryptocurrency, para korban diminta untuk mengikutsertakan diri dalam sesi pengajaran setiap malam dari pihak yang juga mendeklarasikan dirinya sebagai Profesor AS; dia memiliki pemahaman bagaimana meraih laba.
trading
Saham serta mata uang kripto, demikian katanya seperti dilaporkan oleh Antara pada hari Senin, 24 Maret 2025.